PURWOREJO, BeritaKami.com – Priyanggodo bersama Ribut dan Ngatirin merupakan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo yang belum bersedia melepaskan hak atas tanahnya untuk dijadikan lokasi tambang batu andesit dalam rangka pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.
Hal itu terungkap dalam sidang putusan permohonan penitipan uang ganti kerugian oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) kepada Pengadilan Negeri (PN) Purworejo pada Selasa (4/6/2024).
Pihak BBWSSO selaku pemohon berkeinginan menitipkan uang ganti kerugian milik tiga warga itu (konsinyasi). Adapun rinciannya, atas nama Ribut dengan luas 1.999 meter persegi dengan nilai Rp1,4 miliar dan atas nama Ngatirin luas 1.538 meter persegi dengan nilai Rp1,2 miliar.
Sementara, Priyanggodo sendiri mempunyai 3 bidang lahan dengan luas total 7.248 meter persegi yang ditaksir memiliki nilai total sekitar Rp5,3 miliar.
Dalam putusannya, Purnomo Hadiyarto selaku pimpinan sidang sekaligus Ketua PN Purworejo mengabulkan permohonan permohon dan menyatakan sah serta menerima penitipan uang ganti kerugian sejumlah tersebut di atas.
“Selanjutnya, memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Purworejo kelas I B untuk menyimpan uang ganti kerugian dan memberitahukannya kepada pihak termohon (Ribut, Ngatirin, dan Prianggodo),” kata Purnomo saat membacakan penetapan, Selasa (4/6/2024).
Menanggapi hal itu, Dhanil Al Ghifary selaku kuasa hukum pihak termohon mengaku kecewa dengan keputusan hakim. Poin-poin keberatan yang disampaikannya secara lisan maupun tulisan dalam sidang tidak dijadikan bahan pertimbangan putusan.
“Karena pada dasarnya mekanisme konsinyasi tidak dapat diterapkan di Desa Wadas. Masyarakat tidak menolak besaran dan bentuk ganti rugi, melainkan menolak pengadaan tanah (aktivitas tambang),” terang Dhanil usai sidang putusan.
Pada hari sebelumnya, usai sidang pertama Priyanggodo menyatakan akan tetap menolak melepas tanahnya. Uang sebesar Rp5,3 miliar tersebut tidak membuat dirinya gelap mata. Pihaknya lebih mengkhawatirkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang.
“Kulo niku wong tani pak, nek duit niku jane nggih penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi, soal lemah yang jelas (Saya itu petani Pak, kalau uang itu ya penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi terutama tanah),” jelas Priyanggodo usai sidang pertama pada Senin (3/6/2024).
Dirinya menambahkan bahwa tanah bisa bermanfaat untuk jangka panjang, bahkan bisa diwariskan hingga anak cucu. Sementara uang miliaran itu bisa habis dalam hitungan bulan.
Disisi lain, Yura Suryandari selaku Pelaksana Teknik PPK Pengadaan Tanah BBWSSO, menyebut pihaknya hanya menitipkan uang tersebut kepada pengadilan. Jika suatu saat para pemilik ingin mengambilnya, maka dipersilakan kapan saja.
“Totalnya sekitar Rp7,9 miliar. Kami hanya sebatas menitipkan saja. Monggo mau diambil sewaktu-waktu bisa, uang tidak berkurang dan tidak berlebih, uang bisa diambil, kalau mereka sudah berubah pikiran ya monggo diambil utuh, nggak ada jangka waktu,” terangnya.