Tata Ruang Jadi Dasar Penerbitan Perizinan Berusaha

PURWOREJO,Beritakami.com – Tata ruang, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menjadi dasar penting dalam proses perizinan di Indonesia.Dalam Perizinan ini untuk berbagai kegiatan, termasuk perizinan lokasi untuk usaha, harus didasarkan pada rencana tata ruang, baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Hal ini memastikan bahwa pembangunan dan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan berkelanjutan.

“Sekarang pasca undang – undang Ciptakerja berikut dengan aturan aturan turunanya ada PP no 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan tata ruang, kemudian ada PP no 5 tahun 2021 tentang perizinan berusaha, itu banyak tatanan terutama di perizinan yang berubah. Jadi sekarang di undang- undang ciptakerja itu ada istilah namanya persyaratan dasar perizinan,” kata Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Purworejo, Yusuf Syarifudin, saat ditemui dikantornya, pada Selasa (3/6/2025).

Persyaratan dasar perizinan yang pertama kali disyaratkan adalah tata ruang, kemudian yang kedua adalah persetujuan lingkungan dan yang ketiga adalah persetujuan gedung atau dulu kita mengenal adalah IMB.“Jadi sekarang tata ruang itu jadi syarat pertama sebuah perizinan,” ujarnya.

Dilayanan perizinan diseluruh Indonesia sekarang sudah disederhanakan, artinya jika orang mau melakukan kegiatan usaha, semua akan masuk di Sistem Online Single Submission (OSS) dengan melalui penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB).

“Tapi NIB itu bukan satu- satunya syarat, jadi NIB terbit dahulu dan harus dilengkapi dengan persyaratan dasar perizinan. Maka masyarakat yang memegang NIB ini harus memiliki persyaratan dasar perizinan berupa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), lalu persetujuan lingkungan dan persetujuan bangunan gedung,” jelasnya.

Terkait dengan posisi tata ruang saat ini Dinas PUPR mendapat perintah dari pemerintah pusat untuk menyusun RDTR. Di Purworejo sendiri rencananya ada 8 RDTR dan saat ini sedang proses penyusun oleh Dinas PUPR.

“Yang sudah jadi ada 2 RDTR yaitu perkotaan Kutoarjo dan disekitar Bandara YIA (Border City) untuk Kecamatan Purwodadi dan Bagelen. Kemudian 2 RDTR masih penyusunan yaitu di sekitar BOB di Kecamatan Kaligesing, Loano dan Bener, lalu RDTR di Kemiri dan Pituruh ditambah sebagian Kecamatan Butuh dan sebagian Kecamatan Kutoarjo. Agenda dengar pendapat sudah dilakukan dengan masyarakat di 2 RDTR yang sedang disusun ini kemudian nanti proses- proses berikutnya akan ada assistensi atau supervisi dari pemerintah pusat melalui Kementrian ATR/BPN,” ungkapnya.

RDTR lain yang nanti juga akan disusun yaitu ada RDTR Bendungan Bener, RDTR sekitar kawasan industri di Kecamatan Purwodadi, Ngombol dan Grabag (selanjang tepi jalan selatan- selatan), kemudian RDTR perkotaan Grabag serta RDTR perkotaan Bruno.

“Satu RDTR alokasi waktu target 2-3 tahun, karena ini menyesuaikan dengan kemampuan anggaran dan SDM, selain itu juga ngantri karena di pemerintah pusat selama 5 tahun ada sekitar 2.000 RDTR se- Indonesia, dan sekarang yang sudah selesai baru sekitar 10 persen atau sekitar 200 RDTR,” sebutnya.

Terkait dengan perizinan dasar, peran tata ruang ini adalah syarat untuk terbitnya perizinan- perizinan yang lain. Jadi tata ruang menjadi paling dasar dan paling mendasar, menjadi pintu pertama, oleh karena itu Dinas PUPR memberikan konsultasi gratis bagi masyarakat yang ingin melakukan perizinan.

“Jadi jika ada masyarakat mau mengajukan Bantuan Teknis Tata Ruang (BTG Tata Ruang) atau mungkin mau mengajukan pecah kapling, mengajukan pengeringan tanah, mengajukan usaha, bahkan mungkin mau jual beli tanah, kami berikan konsultasi gratis. Ada layanan kami di MPP, juga bisa datang dikantor Dinas PUPR ini, tiap hari, pada Senin sampai Jumat dihari jam kerja, kami siap memberikan layanan. Kami juga ada hotline, ada link dan masyarakat juga bisa mengakses peta interaktif, sehingga masyarakat bisa cek lokasi tanah, rumah atau bangunannya ada di zona apa, apakah hijau, kuning atau coklat maka itu bisa dikonsultasikan,” terangnya.

Terkait dengan sanksi, minggu lalu Pemerintah Kabupaten Purworejo sudah menetapkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang tatacara pengenaan sanksi administrasi. Di Perbup ini juga ada pengaturan tentang denda, jadi jika ada yang melanggar tentang tata ruang maka bisa dikenakan denda.

“Pengaturan sanksi ini sendiri sebenarnya ada 9, yaitu surat peringatan sampai dengan pembongkaran dan pemulihan fungsi lahan, selain administratif sebetulnya juga ada sanksi pidana, tapi sanksi pidana lebih diatur di KUHP. Jadi melanggara tata ruang itu bisa dikenakan dua sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana,” tandasnya.

Ia menghimbau kepada masyarakat, di era saat ini ada di era kemudahan teknologi, masyarakat sekarang diminta untuk lebih terbuka terhadap aturan- aturan yang ada saat ini.

“Masyarakat memanfaatkan tanah itu adalah hak tetapi hak milik ataupun hak pakai yang dimiliki masyarakat itu harus digunakan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Regulasi yang berlaku di Indonesia saat ini untuk penggunaan tanah itu adalah harus sesuai dengan rencana tata ruang. Jadi kalau masyarakat misal punya sertifikat, maka sertifikat itu bukan dasar untuk memanfaatkan namun sebagai tanda bukti hak yang diberikan negara kepada masyarakat, bukan sebagai dasar untuk memanfaatkan secara suka- suka, namun harus sesuai dengan regulasi rencana tata ruang. Maka dari itu BPN pun sebagai intansi negara dan pemerintah yang diberikan kewenangan untuk menerbitkan sertifikat, sekarang didalam penerbitan sertifikat harus sesuai dengan rencana tata ruang begitupan juga penerbitan HGB, hak bangunan usaha, hak bangunan pakai dan lainya, BPN tetep harus taat juga kepada rencana tata ruang,” pungkasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *