PURWOREJO, BeritaKami.com – Aplikasi Kemitraan Membangun Desa (Kembang Desa) menyebabkan ratusan desa yang ada di Purworejo merugi.
Pasalnya, Desa telah mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk aplikasi tersebut. Namun, aplikasi yang digadang-gadang akan mempermudah administrasi desa ini ternyata malah tidak bisa berfungsi.
Aplikasi ini mulai disosialisasikan kepada desa-desa sejak tahun 2020 lalu, namun sampai sekarang aplikasi tidak bisa dimanfaatkan. Hal ini membuat uang negara yang bersumber dari APBDes terbuang percuma.
Di Kabupaten Purworejo terdapat 469 desa, namun yang mengeluarkan uang untuk aplikasi tersebut ada 438 desa. Uang yang dikeluarkan tiap desa-desa juga bervariasi, ada yang Rp 2 juta, ada yang Rp 4 juta.
Salah satu yang mengeluarkan uang Rp 4 juta untuk aplikasi Kembang Desa adalah Desa Banyuasin Kembaran, Kecamatan Loano. Kepala Desa Banyuasin Kembaran, Ahmad Abdul Aziz, didampingi Sekertaris Desa, Andikasari merasa dirugikan karena desa telah mengeluarkan uang jutaan rupiah, namun aplikasi malah tidak bisa digunakan.
“Bayar Rp 4 juta, aplikasinya tidak bisa dipakai, jadi kan seperti desa ada program seperti ini, karena ada arahan dari sana (Pemkab) ya cuma mengikuti saja. Informasi dari kecamatan, kecamatan mungkin dari kabupaten, jadi cuma mengikuti saja,” ungkap Abdul Aziz saat ditemui di kantornya, Senin (25/9).
Kades Abdul Aziz berharap masalah aplikasi ini bisa segera ada jalan keluar dari pihak-pihak terkait, agar Pemdes tidak dirugikan.
“Harapan saya karena itu program pemerintah yang sudah dilaunchingkan, tentunya kan bisa bermanafaat untuk desa, karena kami uang sebesar apapun pasti dituntut pertanggungjawabannya,” katanya.
Andikasari menjelaskam, awalnya untuk aplikasi Kembang Desa memang diwajibkan dianggarkan senilai Rp 4 juta oleh Pemerintah Kabupaten. Kemudian pihaknya mendapat pelatihan penggunaan aplikasi di Hotel Plaza Purworejo pada tahun 2020 lalu bersama dengan ratusan Sekdes di Purworejo.
Desa membayar untuk aplikasi tersebut dari anggaran Dana Desa tahun 2020.
“Wajib membuat dari anggaran itu untuk aplikasi Kembang Desa, dengan berjalan waktu aplikasi tidak bisa dipakai. Kita sampai sekarang saja password tidak dikasih, user id juga tidak dikasih, saya pernah coba pakai (aplikasi), tapi tidak efisien, aplikasi kadang tidak bisa dibuka, yang kami jengkelkan juga, (dulu) sering ditagih (membayar aplikasi), akhirnya kami bayar,” kata Andikasari.
Andika juga mengatakan bahwa Rencana Anggaran Biaya (RAB) aplikasi Kembang Desa tidak rinci. “RAB-nya itu LS (langsung), tidak ada rinciannya, kalau RAB itu kan ada untuk aplikasinya berapa, terus pelatihannya berapa, RAB wajar lah, itu tidak ada, cuma aplikasi Kembang Desa 1 paket Rp 4 juta,” terangnya.
Setelah itu, pada tahun 2022 Andika dipanggil Polres Purworejo untuk mengumpulkan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) Kembang Desa. Namun, waktu itu Andika berhalangan dan tidak ikut mengumpulkan.
Andika juga mengaku mengalami kesulitan untuk membuat SPJ Kembang Desa karena tidak ada kwitansi dan persyaratan administrasi lainnya.
“Kalau membuat SPJ itu kan ada cap, kwitansi tanda terima, sedangkan desa sudah membayar,” katanya.
Pada tahun 2022 itu juga, pihak Kecamatan Loano meminta kepada desa-desa untuk menyamakan semua SPJ Kembang Desa.
“Waktu itu kita disuruh merubah, SPJ mau disamakan, dari kecamatan, kecamatan dari Dinper (Dinas Desa Purworejo), terus kecamatan itu suruh buat RAB sama semua,” jelasnya.
Salah satu perangkat desa yang ada di Kecamatan Loano berinisial AW juga menuturkan hal yang sama terkait aplikasi Kembang Desa. Desanya juga telah membayar Rp 4 juta dan juga ikut sosialisasi di Hotel Plaza Purworejo.
“Aplikasinya tidak jalan, tidak efektif, dulu waktu sosialisasi aplikasi ini buat pengajuan dana desa, jadi online gitu. Aplikasi mangkrak mulai 2020 akhir, awal-awal bisa dipakai tapi tidak efektif, kalau bilangnya buat mempermudah, tapi malah jadi 5 kali kerja,” kata AW yang enggan disebutkan nama dan desa tempat dirinya bekerja.
Berbeda dengan Banyuasin Kembaran, AW memiliki RAB Kembang Desa yang cukup rinci. Dari total anggaran Rp 4 juta, sebanyak Rp 2,5 juta untuk narasumber sosialisasi Kembang Desa, sementara sisanya untuk biaya hotel dan lainnya.
Dengan tidak berfungsinya aplikasi tersebut, hingga saat ini pihak desa juga belum menerima pengembalian uang dari pihak dinas terkait maupun pihak pengembang aplikasi tersebut.
AW mengatakan, dalam sosialisasi itu yang menjadi narasumber adalah dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermades) Purworejo dan pihak pengembang aplikasi. Selain itu, dari keterangan AW, saat sosialisasi juga menyebut-nyebut Dinas Kominfo Purworejo.
“Ada (menyebut Dinas Kominfo). Anggaran dari dana desa tahun 2020, itu pengembangnya PT dari Jakarta (PT Lintas Data Intermedia), tadinya kami nggak mau bayar, tapi didesak terus, dari pihak pengadaannya, dari PT itu. Waktu sosialisasi narasumbernya dari Dinpermades (sekarang DP3APMD), lalu narasumber kedua dari pihak PT,” terangnya.
Saat ini dugaan kasus kerugian negara akibat aplikasi Kembang Desa ini sedang diproses oleh pihak kepolisian. AW mengaku juga telah mendapat panggilan dari Polres Purworejo untuk dimintai keterangan. Diharapkan masalah ini bisa segera tuntas dan kerugian Pemdes akibat aplikasi ini bisa kembali.
“Kita kan korban ya. Karena itu anggaran dari Dana Desa 2020,” tandasnya.